Kamis, 03 November 2011

FAKTOR STIMULUS EKSPOR BATIK DI EKS KARESIDENAN SURAKARTA




PERAN EKSPOR BATIK  DALAM EKSPOR NASIONAL
(Oleh: Daryono Soebagyo, Cukilan Hasil Penelitian Tahun 2010)

Industri batik merupakan salah satu dari 14 kelompok klasifikasi industri kreatif di Indonesia sebagai ciri khas bangsa Indonesia yang dikenal di mancanegara (Deperindag, 2006). Pemerintah akan terus memfasilitasi perajin batik untuk mengembangkan merek dan mendaftarkan paten. Ekspor batik Jawa Tengah tahun 2007 sebesar US$ 29,3 juta atau naik 20,24 % dibanding tahun 2006 sebesar US$ 24,4 juta. Nilai tersebut merupakan 36,46 % dari total ekspor batik Indonesia tahun 2007. Nilai ekspor 2007 tersebut, telah mengalami peningkatan sekitar 20% dibanding tahun 2006 yang mencapai sekitar US$25 juta. Sedangkan, dari total nilai ekspor yang disumbangkan Jateng tersebut, 40 persen di antaranya berasal dari Solo. (Kapanlagi.com; Kompas.com).
Berdasarkan hasil survei pengumpulan data ekspor batik di tujuh Kota/Kabupaten di Eks Karesidenan Surakarta menurut komoditi selama tiga tahun terakhir terlihat bahwa batik dan batik garment dipisahkan dari komoditi ekspor untuk tekstil dan produk tekstil. Selama tahun 2006 – 2008 ekspor batik dan batik garment mengalami fluktuasi naik turun, demikian pula dengan jumlah komoditi yang diekspor juga mengalami perubahan dari tahun ke tahun seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Dari Tabel 1 nampak bahwa ekspor batik dan batik garment dari tahun 2006 sampai 2008 mengalami fluktuasi yang signifikan. Dari tahun 2006 sampai tahun 2007ekspor batik dan batik garment yang berasal dari tujuh kabupaten/kota yang ada di Eks Karesidenan Surakarta mengalami penurunan maupun kenaikan, seperti Kabupaten Sragen, Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Sukoharjo mengalami penurunan jumlah ekspor, sedangkan untuk kota Surakarta atau Solo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten terjadi kenaikkan signifikan. Sedang pada periode tahun 2007-2008 juga terjadi fluktuasi ekspor batik dan batik garmen Dari tujuh kabupaten/kota yang ada di Eks Karesidenan Surakarta, lima kabupaten/kota mengalami kenaikkan ekspor, dan hanya dua kabupaten yang mengalami penurunan, yaitu Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Klaten yang sebelumnya pada tahun 2006-2007 mengalami kenaikkan.

TABEL 1. REALISASI EKSPOR KOMODITI BATIK DAN BATIK GARMENT
     DI EKS KARESIDENAN SURAKARTA TAHUN 2006 – 2008
Kabupaten/
Volume (kg)
Nilai (dollar)
Kota
2006
2007
2008
2006
2007
2008
 Surakarta
 140.649,42
 386.927,33
 401.228,73
 2.498.539,51
 2.826.539,63
4.887.483,85 
 Karangayar
 56.743,11
 61.735,54
 60.736,36
 538.942,84
 554.647,34
561.243,77 
 Sragen
 94.568,28
 92.749,21
 96.321,89
 983.435,38
 1.283.396,58
1.184.748,48
 Wonogiri
 46.287,76
 38.356,99
 39.518,41
 482.385,90
 392.664,23
431.947,82
 Sukoharjo
 68.910,44
 64.648,68
 71.247,43
 527.947,24
 594.748,35
566.643,51
 Klaten
 90.321,63
 94.993,24
 86.936,47
  836.495,54
 932.312,84
719.640,22
Boyolali
 83.845,81
 86.351,32
 91.498,76
927.280,26
 934.739,93
968.995,27
 Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan 7 Kota/Kabupaten (Data Berbagai Tahun )
       Agar produk batik dapat memaksimalkan produksinya, tentunya pasar dalam negeri masih menjadi prioritas. terlebih dengan adanya pengakuan UNESCO, membawa semangat baru, dan memberikan efek psikologisnya positip cukup baik. Penjualan menjadi naik, produksi tumbuh.  Namun demikian, Ekspor batik Indonesia sejak lama telah menghadapi tantangan plagiasi dari negara-negara tujuan ekspor. Misalnya China, terkenal dengan menjiplak produk ekspor negara lain dan memproduksi secara massal. Lebih-lebih setelah disetujuinya penerapan perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Area /FTA) Indonesia dengan China bisa menghancurkan industri nasional dan memunculkan PHK secara besar-besaran (Ketua GKBI, Kompas. Com). Awal tahun 2010 diberitakan sebanyak 271 perusahan iindustri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri tutup selama tiga tahun terakir. Hal ini terjadi pasca penurunan bea masuk (BM) untuk sejumlah produk impor termasuk TPT. Asosiasi Pertektilan Indonesia (API) memperkirakan, tren deindustrialisasi tektil ini akan terus terjadi, terlebih bila perdagangan bebas ASEAN dan Cina (ACFTA) tidak di tunda (Republika, 21 Januari 2010). Mengingat tantangan ekspor batik kedepan makin besar, Para pengusaha harus menyiapkan diri untuk menghadapi pasar bebas dengan sejumlah langkah.
Di ACFTA perdagangan bebas dengan Cina, di mana produksi batik printing Cina bisa menghawatirkan karena dapat mengancam pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) batik khususnya batik printing. Seperti yang dinyatakan oleh Alpha (Solopos, 11 januari 2010) bahwa produksi batik di Solo; batik printing solo menguasai 60% hingga 70% dari total produksi batik. selanjutnya dikatakan, sungguhpun batik printing Cina dengan batik printing Solo masing-masing telah memiliki pangsa pasar sendiri, tetapi bukan tidak mungkin dapat menyerang motif-motif yang umumnya diproduksi  para UKM disamping motif-motif seragam. Hal senada juga di ungkapkan oleh Gunawan, dampak perdagangan bebas dengan Cina akan sangat mengganggu keberlangsungan produksi batik di Indonesia oleh sebab itu, seyogyanya pemerintah perlu memberikan kebijakan perlindungan terhadap produksi batik.

2 komentar:

  1. Yth. Pak Daryono

    Pak, mohon informasinya apakah saya bisa berkonsultasi dengan bapak untuk keperluan penelitian master saya tentang inovasi eksportir batik dalam menggerakkan ekonomi kota.

    BalasHapus
  2. Yth. Daryono,
    mohon informasinya bagaimana saya bisa mencari buyer utk ekspor batik?
    terima kasih

    BalasHapus