Selasa, 01 November 2011

AGLOMERASI DALAM EKONOMI REGIONAL

Aglomerasi
         Dalam  konteks  ekonomi  geografi,  konsep  aglomerasi  berkaitan  dengan  konsentrasi spasial dari penduduk dan kegiatan-kegiatan ekonomi (Malmberg dan Maskell, 2001). Hal ini sejalan  dengan  apa  yang  dikemukakan  oleh  Montgomery  dalam  Kuncoro  (2002)  bahwa aglomerasi adalah  konsentrasi  spasial  dari  aktivitas  ekonomi  di  kawasan  perkotaan  karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja dan konsumen.
    Keuntungan-keuntungan dari konsentrasi spasial sebagai akibat dari ekonomi skala (scale economies) disebut dengan ekonomi aglomerasi (agglomeration economies). (Mills dan Hamilton,
1989). Pengertian ekonomi aglomerasi juga berkaitan dengan eksternalitas kedekatan geografis dari kegiatan-kegiatan  ekonomi,  bahwa  ekonomi  aglomerasi  merupakan  suatu  bentuk  dari eksternalitas  positif  dalam  produksi  yang  merupakan  salah  satu  faktor  yang  menyebabkan terjadinya pertumbuhan kota. (Bradley and Gans, 1996). Ekonomi aglomerasi diartikan sebagai penurunan biaya produksi karena kegiatan-kegiatan ekonomi berlokasi pada tempat yang sama. Gagasan ini merupakan sumbangan pemikiran Alfred Marshall yang menggunakan istilah localized
industry sebagai pengganti dari istilah ekonomi aglomerasi.
            Ahli ekonomi Hoover juga membuat klasifikasi ekonomi aglomerasi menjadi 3 jenis (Isard,
1979) yaitu large scale economies merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan karena membesarnya skala produksi perusahaan tersebut pada suatu lokasi, localization economies merupakan keuntungan yang diperoleh bagi semua perusahaan dalam industri yang sama dalam suatu lokasi dan urbanization economies merupakan keuntungan bagi semua industri pada suatu lokasi yang sama sebagai konsekuensi membesarnya skala ekonomi (penduduk, pendapatan, output atau kemakmuran) dari lokasi tersebut.
         Berbeda  dengan  pendapat  para  ahli  ekonomi  yang  lain,  OSullivan  (1996)  membagi ekonomi aglomerasi menjadi dua jenis yaitu ekonomi lokalisasi dan ekonomi urbanisasi. Dalam hal ini yang dimaksud dengan ekonomi aglomerasi adalah eksternalitas positif dalam produksi yaitu menurunnya biaya produksi sebagian besar perusahaan sebagai akibat dari produksi perusahaan lain meningkat.

Aglomerasi di dalam Teori Neo Klasik
          Sumbangan terbesar teori neo klasik adalah pengenalan terhadap ekonomi aglomerasi dengan argumentasi bahwa aglomerasi muncul dari prilaku para pelaku ekonomi dalam mencari keuntungan  aglomerasi  berupa  ekonomi  lokalisasi  dan  ekonomi  urbanisasi.  (Kuncoro,  2002).
Asumsi yang digunakan oleh teori neo-klasik adalah constant return to scale dan persaingan sempurna.
          Alfred Weber dikenal sebagai pendiri teori lokasi modern yang berkenaan dengan tempat, lokasi dan geografi dari kegiatan ekonomi. Minimisasi biaya yang dikombinasikan dengan bobot input-input yang berbeda dari perusahaan dan industri menentukan lokasi optimal bagi suatu perusahaan. Weber secara eksplisit memperkenalkan konsep ekonomi aglomerasi, skala efisien minimum, dan keterkaitan ke depan dan ke belakang. Konsep ini menjadi dasar berkembangnya teori perdagangan regional baru.
         Dalam sistem perkotaan teori neo klasik, mengasumsikan adanya persaingan sempurna sehingga kekuatan sentripetal aglomerasi disebut sebagai ekonomi eksternal murni. (Krugman, 1998). Kekuatan sentripetal muncul dari kebutuhan untuk pulang-pergi (commute) ke pusat bisnis utama dalam masing-masing kota yang menyebabkan suatu gradien sewa tanah dalam masing-masing kota. Menurut Krugman (1998), keterbatasan teori neo klasik diantaranya adalah melihat bahwa ekonomi eksternal yang mendorong adanya aglomerasi masih dianggap sebagi misteri (blackbox) Disamping   itu  sistem  perkotaan  neo  klasik  adalah  non  spasial  yang  hanya menggambarkan jumlah dan tipe kota tetapi tidak menunjukkan lokasinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar