Aglomerasi
Dalam konteks ekonomi geografi, konsep aglomerasi berkaitan dengan konsentrasi spasial dari penduduk dan kegiatan-kegiatan ekonomi (Malmberg dan Maskell, 2001). Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Montgomery dalam Kuncoro (2002) bahwa aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja dan konsumen.
Keuntungan-keuntungan dari konsentrasi spasial sebagai akibat dari ekonomi skala (scale economies) disebut dengan ekonomi aglomerasi (agglomeration economies). (Mills dan Hamilton,
1989). Pengertian ekonomi aglomerasi juga berkaitan dengan eksternalitas kedekatan geografis dari kegiatan-kegiatan ekonomi, bahwa ekonomi aglomerasi merupakan suatu bentuk dari eksternalitas positif dalam produksi yang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan kota. (Bradley and Gans, 1996). Ekonomi aglomerasi diartikan sebagai penurunan biaya produksi karena kegiatan-kegiatan ekonomi berlokasi pada tempat yang sama. Gagasan ini merupakan sumbangan pemikiran Alfred Marshall yang menggunakan istilah localized
industry sebagai pengganti dari istilah ekonomi aglomerasi.
Ahli ekonomi Hoover juga membuat klasifikasi ekonomi aglomerasi menjadi 3 jenis (Isard,
1979) yaitu large scale economies merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan karena membesarnya skala produksi perusahaan tersebut pada suatu lokasi, localization economies merupakan keuntungan yang diperoleh bagi semua perusahaan dalam industri yang sama dalam suatu lokasi dan urbanization economies merupakan keuntungan bagi semua industri pada suatu lokasi yang sama sebagai konsekuensi membesarnya skala ekonomi (penduduk, pendapatan, output atau kemakmuran) dari lokasi tersebut.
Berbeda dengan pendapat para ahli ekonomi yang lain, O’Sullivan (1996) membagi ekonomi aglomerasi menjadi dua jenis yaitu ekonomi lokalisasi dan ekonomi urbanisasi. Dalam hal ini yang dimaksud dengan ekonomi aglomerasi adalah eksternalitas positif dalam produksi yaitu menurunnya biaya produksi sebagian besar perusahaan sebagai akibat dari produksi perusahaan lain meningkat.
Aglomerasi di dalam Teori Neo Klasik
Sumbangan terbesar teori neo klasik adalah pengenalan terhadap ekonomi aglomerasi dengan argumentasi bahwa aglomerasi muncul dari prilaku para pelaku ekonomi dalam mencari keuntungan aglomerasi berupa ekonomi lokalisasi dan ekonomi urbanisasi. (Kuncoro, 2002).
Asumsi yang digunakan oleh teori neo-klasik adalah constant return to scale dan persaingan sempurna.
Alfred Weber dikenal sebagai pendiri teori lokasi modern yang berkenaan dengan tempat, lokasi dan geografi dari kegiatan ekonomi. Minimisasi biaya yang dikombinasikan dengan bobot input-input yang berbeda dari perusahaan dan industri menentukan lokasi optimal bagi suatu perusahaan. Weber secara eksplisit memperkenalkan konsep ekonomi aglomerasi, skala efisien minimum, dan keterkaitan ke depan dan ke belakang. Konsep ini menjadi dasar berkembangnya teori perdagangan regional baru.
Dalam sistem perkotaan teori neo klasik, mengasumsikan adanya persaingan sempurna sehingga kekuatan sentripetal aglomerasi disebut sebagai ekonomi eksternal murni. (Krugman, 1998). Kekuatan sentripetal muncul dari kebutuhan untuk pulang-pergi (commute) ke pusat bisnis utama dalam masing-masing kota yang menyebabkan suatu gradien sewa tanah dalam masing-masing kota. Menurut Krugman (1998), keterbatasan teori neo klasik diantaranya adalah melihat bahwa ekonomi eksternal yang mendorong adanya aglomerasi masih dianggap sebagi misteri (blackbox). Disamping itu sistem perkotaan neo klasik adalah non spasial yang hanya menggambarkan jumlah dan tipe kota tetapi tidak menunjukkan lokasinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar