Kamis, 16 Mei 2013

Pengaruh Kenaikan Harga BBM Terhadap Perekonomian Indonesia




                Pemerintah akan segera menaikkan harga BBM subsidi tahun ini (?). Nantinya harga bensin jenis premium tidak lagi sama dengan harga solar subsidi. Harga solar subsidi bakal lebih murah dari bensin premium.

                  Rencana pemerintah menaikkan harga BBM subsidi, dan juga soal rencana pemberian kompensasi ke rakyat miskin pasca kenaikan harga BBM subsidi tersebut harus seizin DPR agar pembahasan RAPBN-P 2013 bisa dipercepat. Adapun kompensasi tersebut adalah beras miskin (raskin), beasiswa miskin, program keluarga harapan (PKH), dan bantuan langsung tunai (BLT) yang namanya diganti menjadi bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM).

            Namun demikian, Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tahun ini diperkirakan dalam jangka pendek tentu akan berkontribusi pada melonjaknya angka inflasi sehingga mengoreksi pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja perekonomian secara agregat.
                   Seperti pengalaman beberapa waktu sebelumnya, rencana kenaikan harga minyak ini juga berpotensi menimbulkan persoalan serius karena beberapa hal di mana rakyat selama ini merasa pemerintah selalu mengambil jalan pintas setiap kali ada kenaikan harga minyak internasional yakni menaikkan harga BBM domestik. Padahal, persoalan minyak di Indonesia ragamnya sangat banyak dan menghendaki perubahan yang mendasar.

          Dari sisi hulu, penguasaan asing mencapai sekitar 80% dari total produksi dan tidak ada tanda-tanda akan berkurang. Mereka berproduksi dengan kecenderungan terus menurun, tapi biaya pemulihan (cost recovery) terus menjulang tiap tahun (ini menjadi beban pemerintah).

         Impor minyak tidak langsung ditangani Pertamina, namun dikerjakan oleh Petral yang tidak langsung berhubungan dengan produsen langsung (negara) sehingga harga minyak impor lebih mahal. Rakyat marah kenapa ihwal semacam ini yang sudah berjalan puluhan tahun dibiarkan, tapi saat APBN dikatakan jebol selalu solusinya kenaikan harga BBM.



         
                     Pemerintah berargumentasi bahwa kenaikan harga BBM untuk menyelamatkan neraca perdagangan yang sejak 2012 mengalami defisit. Pertimbangannya, konsumsi BBM yang terus meningkat (di mana sebagian harus diimpor) membuat pembengkakan impor makin besar sehingga menyebabkan defisit neraca perdagangan.

      Tapi, pemerintah menyembunyikan satu data lainnya yang penting, sejak 2007-2011 (sebelum terjadi defisit perdagangan pada 2012) memang pertumbuhan ekspor nonmigas jauh lebih rendah ketimbang impor nonmigas. Selama kurun waktu itu pertumbuhan ekspor nonmigas hanya 14%, namun pertumbuhan impor nonmigas sebesar 22%.

         Dengan gambaran itu, sudah pasti tanpa ada kenaikan impor BBM pun dipastikan defisit neraca perdagangan akan terjadi, hanya soal waktu. Jadi, mestinya persoalan defisit neraca perdagangan tidak boleh dilokalisir hanya oleh sebab impor migas.
  
                   Kenaikan harga BBM sekarang ini sebenarnya juga merupakan momen yang tepat untuk mempersoalkan kembali sepak terjang swasta, terutama swasta asing, dalam sektor minyak Indonesia. Tidak sulit untuk membayangkan siapa sebenarnya yang diuntungkan oleh kenaikan harga BBM ini. Kalau harga BBM sudah seragam, sesuai dengan harga pasar, tidak ada lagi BBM bersubsidi dan non-subsidi, maka yang langsung mendapat keuntungan adalah pengecer minyak asing, seperti Shell, yang selama ini bersaing dengan Pertamina sebagai penyalur BBM bersubsidi. Semua ini tentu masih memerlukan pendiskusian lebih lanjut. Yang perlu disadari adalah bahwa sekalipun kita harus menolak kenaikan harga BBM, tapi hanya menolak saja sekarang ini sudah tidak cukup, kita juga harus mengajukan solusi alternatif.
       
Ringkasan Dalam Diskusi FORUM BEM UMS 
Solo,  14 MEI 2013